Myanmar belajar dari negara tetangga tentang kelapa sawit berkelanjutan

29 Jun 2014
Myanmar belajar dari negara-negara tetangga tentang bagaimana melestarikan keanekaragaman hayatinya yang unik sejalan dengan dikembangkannya industri kelapa sawit untuk memenuhi permintaan dalam negeri.
 
Lokakarya pertama di Myanmar mengenai pengembangan sektor perkebunan yang berkelanjutan diselenggarakan tanggal 28 Juni 2014 di Yangon oleh Fauna & Flora International (FFI) dan the Union of Myanmar Federation of Chambers of Commerce and Industry (UMFCCI). Gary Paoli, direktur di Daemeter Consulting, memberikan presentasi tentang bagaimana pendekatan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) diterapkan di lapangan dengan menggunakan contoh-contoh dari Indonesia.
 
“Myanmar dapat belajar dari tetangga-tetangganya, terutama Indonesia, tentang bagaimana menjaga keseimbangan antara pelestarian alam dan pengembangan kelapa sawit,” kata Paoli. Perangkat NKT sangat berguna untuk menyeimbangkan kedua kepentingan ini, jika beberapa tantangan utama dalam penerapannya dapat diatasi, tambahnya. Pelajaran-pelajaran dari Indonesia, di mana NKT telah diuji coba selama lebih dari 10 tahun, akan membantu menangani tantangan-tantangan ini dengan langsung.
 
Dalam lokakarya yang dibiayai oleh Uni Eropa tersebut, berbagai perusahaan perkebunan, dinas dan badan pemerintah, dan LSM di Yangon mendiskusikan pengembangan industri kelapa sawit yang berkelanjutan di Myanmar. Mereka berkomitmen untuk membentuk kelompok pembelajaran kelapa sawit berkelanjutan sebagai langkah menuju terciptanya sektor kelapa sawit berkelanjutan di negara tersebut.
 
“Myanmar memiliki kesempatan untuk mengembangkan sektor kelapa sawitnya dengan berkelanjutan dengan merencanakan konversi lahan menjadi daerah pertanian di lahan yang sudah sangat rusak dan tidak menyentuh habitat yang masih berhutan,” kata Frank Momberg, Direktur untuk Myanmar di FFI, seperti dikutip dalam rilis pers di sini.
 
Daerah Tanintharyi  merupakan salah satu daerah dengan keanekaragaman hayati terpenting di Myanmar. Mencakup 2,5 juta hektar hutan hujan tropis rendah, wilayah tersebut menjadi rumah berbagai satwa yang hampir punah seperti harimau, macan tutul, gajah, tapir, beruang matahari Malaysia dan Pitta Gurney, sejenis burung yang berdiam di tanah yang hanya ditemukan di daerah ini, menurut rilis tersebut.  
 
Tanintharyi juga merupakan satu-satunya tempat dengan jenis tanah dan iklim yang cocok untuk menanam kelapa sawit di Myanmar. Didorong oleh kebutuhan untuk memenuhi permintaan domestik untuk minyak goreng dan mengurangi biaya impor kelapa sawit yang mahal (pada tahun 2012, impor kelapa sawit dari Indonesia dan Malaysia mencapai USD376 juta), sampai saat ini, kelapa sawit telah ditanam di area seluas lebih dari 140.000 hektar, dan 400.000 hektar lahan telah dialokasikan ke lebih dari 40 perusahaan lokal dan tiga perusahaan berskala internasional.
 
 
Presentasi Gary Paoli yang berjudul “The HCV approach in action: Examples from Indonesia” (dalam bahasa Inggris) tersedia di sini. Rilis untuk media tersedia di sini. Foto milik FFI.